Saya baru saja menerima kabar dari kawan-kawan di Yogyakarta bahwa tanpa publikasi yang gembar-gembor sebanyak 300 mahasiswa UGM diterjunkan sebagai pemantau Pemilu. Mereka akan diterjunkan ke berbagai desa yang biasanya menjadi lokasi KKN UGM. Kabar ini tentu saja sangat menggembirakan karena saya yang KKN pada tahun 1992 justru merasa diasingkan dari kegiatan Pemilu karena KKN saya yang mestinya pertengahan tahun akhirnya dimajukan ke awal tahun.
Yang jelas, ke-300 mahasiswa UGM itu akan terjun ke daerah pedesaan mulai 10 April 1999 mendatang dan tugas utamanya adalah melakukan Pendidikan Politik serta penyuluhan mengenai Pemilu. Dalam penjelasannya, Rektor UGM Prof Dr Ichlasul Amal mengatakan bahwa program ini merupakan realisasi dari lompatan akademik yang dilakukan UGM, dimana tugas pemantauan pemilu ini merupakan bentuk dari kuliah kerja nyata (KKN) yang pengertian regulernya lebih menitikberatkan pada pembangunan fisik di pedesaan.
Menurut Amal, waktu pemantauan pemilu direncanakan antara 10 April sampai 15 Juni 1999. Waktunya cukup panjang karena yang dipantau mahasiswa bukan hanya saat hari pencoblosan, tetapi seluruh proses pentahapan pemilu. ''Jadi yang akan dipantau mahasiswa mulai dari pendaftaran sampai pencoblosan, bahkan sampai pada pengamanan transpor kotak suara. Ada 'kan pada Pemilu yang lalu kotak suara tidak dilangsungkan ke kecamatan atau kabupaten, tetapi diselewengkan dulu untuk diganti isinya. Mulai dari TPS, kecamatan dan kabupaten akan diawasi," tegasnya.
Kerusuhan-kerusuhan menjelang pemilu yang dilakukan antarpartai peserta pemilu juga dipantau oleh mahasiswa dan akan diadukan ke Panwaslak dan berbagai lembaga pengawasan Pemilu lainnya. Partai yang terbukti melakukan aksi kekerasan akan dikenai sangsi bahkan terancam dibubarkan oleh Mahkamah Agung bila sampai menyebabkan korban jiwa.
Selain melakukan pemantaun pemilu, mahasiswa selama di lokasi KKN juga tetap diwajibkan berinteraksi dengan masyarakat setempat, membantu kesulitan masyarakat desa, ataupun memberikan ceramah/ pembekalan politik. Pembekalan atau Pendidikan politik ini termasuk juga memperkenalkan visi dan materi ke-48 partai peserta Pemilu sehingga masyarakat pedesaan bisa memperoleh informasi yang akurat mengenai partai apa yang tepat untuk dipilih oleh mereka.
Seluruh hasil pantauan mahasiswa ini dilaporkan kepada Komite Pemantau Pemilu (KPP) UGM yang diketuai Bambang Kartika, Pembantu Rektor III UGM. KPP inilah yang akan melaporkan kepada tim pengawas pemilu yang dibentuk pemerintah. Bambang menyatakan, 300 orang mahasiswa ini akan diterjunkan di empat kabupaten, yaitu Gunungkidul, Kulonprogo, Sleman dan Bantul. "Kami sengaja akan konsentrasikan untuk wilayah DIY saja. Khusus untuk Kodya Yogyakarta, kami tidak menempatkan mahasiswa karena pengawasan dari masyarakat sendiri sudah lebih ketat," tegas Bambang.
Menurut Bambang, 300 mahasiswa itu jumlahnya sangat kecil dibanding jumlah tempat pemungutan suara (TPS). Di empat kabupaten itu terdapat 75 kecamatan dengan 5.500 TPS. Sayang sekali memang. Ternyata mahasiswa UGM yang punya keperdulian terhadap persoalan politik tetap saja jauh lebih sedikit dibandingkan mereka yang berwatak apolitis. Apakah hal ini merupakan cerminan masyarakat kita ? Waduhh
Diposting pada 24 Maret 1999
Minggu, 02 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar